Malahayati, Laksamana Laut Wanita Pertama di Dunia.

Assalamu'alaikum wr.wb 
afwan sebelumnya, sebenarnya ini #latepost karena temanya tentang seorang akhwat lulusan pesantren dari negri kita tercinta, Indonesia. seharusnya di post tanggal 21 april hehe maafkan admin ya.. Ternyata selain kartini ada seorang pahlawan wanita yang namanya dikenal hingga mancanegara loh :) berikut ulasannya,



Perempuan itu berdiri gagah. Memimpin ribuan pasukan dari atas geladak. Ratusan kapal yang mengikutinya membuat Selat Malaka yang sempit itu semakin terasa sesak.

Suaranya lantang. Menyeru di antara deru meriam perang. Memompa semangat para prajurit. Berjuang menegakkan kedaulatan negeri yang tengah berjaya.

Dialah Keumala Hayati. Panglima perang Kesultanan Aceh. Perempuan perkasa yang sangat disegani pada zamannya. Jangan sebut perompak kacangan. Armada-armada ulung sekaliber Portugis dan Belanda pun dibuat bertekuk lutut.

Kerajaan Inggris yang juga mulai menggeliat sebagai imperium kala itu dibuat jeri. Memilih berdamai daripada melakoni perang menghadapi perempuan yang juga dikenal dengan nama Malahayati ini.

Keumala Hayati memang luar biasa. Meski perempuan, dia dipercaya memimpin ribuan tentara laut. Sebuah tugas yang pada zaman itu hanya bisa dilakukan kaum laki-laki. Dan dunia mencatatnya sebagai laksamana wanita pertama di jagat pelayaran modern.

Di dalam tubuh Keumala Hayati memang mengalir darah pejuang. Bapaknya adalah Laksamana Mahmud Syah, Panglima Kerajaan Aceh. Kakeknya, Muhammad Said Syah, juga seorang laksamana terkemuka.

Kakek buyutnya, Sultan Salahuddin Syah, merupakan pemimpin Aceh pada tahun 1530-1539. Sultan Salahuddin merupakan putra Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah, pendiri kerajaan Aceh Darussalam yang berkuasa sejak 1513 hingga 1530.

Lingkaran itu pula yang membuat Keumala Hayati sejak kecil sudah karib dengan laut. Sehingga, selepas dari pesantren, dia menempuh pendidikan angkatan laut. Menimba ilmu di akademi militer Kerajaan Aceh, Ma'had Baitul Makdis. Akademi militer tersohor yang dibangun atas sokongan Sultan Selim II, penguasa Turki Utsmaniyah.

Keumala Hayati dibekali otak yang cemerlang. Sehingga, dia tak canggung bersaing dengan kaum lelaki di akademi angkatan laut itu. Dia bahkan tumbuh sebagai prajurit brilian. Jiwa pemimpin yang dia punya semakin terasah.

Karena itu pula banyak kadet lelaki yang ingin mempersunting gadis yang tengah mekar ini. Dan hati Keumala Hayati tertambat pada seorang kakak kelas yang rupawan. Mereka kemudian menikah.

Lulus dari akademi, Keumala Hayati diangkat menjadi Komandan Protokol Istana Darud-Dunia Kerajaan Aceh Darussalam. Sang suami didaulat menjadi laksamana.

Namun sayang, pernikahan yang masih seumur jagung itu harus berakhir. Sang suami gugur dalam tugas. Sang laksamana terbunuh saat bertempur melawan Portugis di Teluk Haru alias Selat Malaka.

Sebagai manusia biasa, kematian sang suami membuat Keumala Hayati terpukul. Namun dia tak berlarut-larut dalam kesedihan. Setelah kematian sang suami, semangatnya malah terbakar.

Keumala Hayati memohon kepada Sultan al-Mukammil, Raja Aceh yang berkuasa pada 1596-1604, untuk membentuk armada perang. Prajuritnya adalah para janda pejuang Aceh yang gugur dalam pertempuran di Selat Malaka itu.

Gayung bersambut. Sang Sultan setuju. Saat itu, Kesultanan Aceh memang tengah meningkatkan keamanan karena gangguan Portugis. Sejak kekalahan Kesultanan Melaka dari Portugis pada 1511, Kesultanan Aceh menjadi musuh terbesar penjajah asal Eropa itu.

Keumala Hayati kemudian berinisiatif membentuk Armada Inong Balee atau Armada Perempuan Janda. Anggotanya adalah janda-janda tentara yang tewas dalam pertempuran Selat Melaka. Dia menjadi panglima pasukan yang bermarkas di Teluk Lamreh Kraung Raya. Benteng Kuto Inong Balee setinggi tiga meter dibangun. Dilengkapi meriam. Sisa-sisa benteng pertahanan itu kini masih bisa dilihat di Aceh.

Tak hanya menyusun pertahanan di darat. Pasukan Inong Balee dilengkapi seratus lebih kapal perang. Pasukan yang semula hanya seribu, lama-lama bertambah hingga mencapai dua ribu orang. Dari unit inilah Keumala Hayati dipercaya sebagai Laksamana Kesultanan Aceh.

John Davies, kapten Inggris yang bekerja untuk kapal Belanda mencatat kala itu Aceh tengah menggencarkan pelayaran di Selat Malaka. Aceh menyebar seratus kapal perang besar dengan awak 400 hingga 500 tentara laki-laki.

Salah satu komandan kapal perang Aceh itu adalah Laksamana Keumala Hayati. Menurut catatan itu, Keumala Hayati tak hanya gagah-gagahan saja di kapal. Dia dengan perkasa terlibat pertempuran bersama anak buahnya di Selat Malaka itu. Salah satu pertempuran yang paling dikenal adalah penenggelaman enam kapal Portugis di Selat Malaka.

Keumala Hayati juga tampil gemilang saat melawan pasukan ekspedisi Belanda. Pasukan Belanda yang baru saja bertempur melawan Kesultanan Banten tiba di Aceh. Kala itu 21 Juni 1599. rombongan yang dipimpin Cornelis dan Frederick de Houtman disambut dengan baik. Namun armada asing itu malah bertindak kurang ajar. Mereka menyerbu pelabuhan Aceh.

Pasukan Aceh melawan. Laskar Keumala Hayati menjadi tameng paling depan. Mereka sangat tangguh. Pertempuran ini terjadi berpekan-pekan. Akhirnya armada Belanda berhasil diseterika. Bahkan pada 11 September, Cornelis de Houtman tewas di tangan Malahayati. Sementara, Frederick de Houtman ditawan selama dua tahun.

Niat menjajah Aceh membuat Belanda tak jera. Mereka kembali mengirim pasukan pada 21 November 1600. Kali ini di bawah komando Paulus van Caerden. Saat merapat di Aceh, mereka langsung menyerang dengan membabi buta. Kapal-kapal yang penuh muatan rempah dijarah. Kapal-kapal di pantai Aceh itu juga ditenggelamkan.

Juni tahun berikutnya, Keumala Hayati berhasil menangkap Laksamana Belanda, Jacob van Neck, yang tengah berlayar di pantai Aceh. Setelah berbagai insiden, Belanda mengirim surat diplomatik dan memohon maaf kepada Kesultanan Aceh melalui utusan Maurits van Oranjesent.

Keumala Hayati ditunjuk sebagai pimpinan delegasi Aceh untuk perundingan dengan Belanda itu. Di sinilah keahlian lain Keumala Hayati terlihat. Tak hanya garang di palagan perang, dia rupanya juga lihai berdiplomasi. Menjadi negosiator ulung.

Perundingan itu terjadi pada Agustus 1601. Keumala Hayati memimpin Aceh, Belanda diwakili Maurits van Oranjesent, Laksamana Laurens Bicker, dan Gerard de Roy. Dalam perundingan itu disepakati gencatan senjata antara Belanda dan Aceh. Belanda juga bersedia membayar 50 ribu gulden sebagai kompensasi penyerbuan yang dilakukan van Caerden.

Sepak terjang Keumala Hayati akhirnya sampai ke telinga Ratu Elizabeth, penguasa Inggris. Sehingga mereka memilih cara damai saat hendak melintas Selat Malaka. Pada Juni 1602, Ratu Elizabeth mengirim surat kepada Sultan Aceh melalui James Lancaster untuk membuka jalur pelayaran menuju Jawa. Karena negosiasi dengan Keumala Hayati berhasil, Ratu Elizabeth menganugerahi gelar Knighthood kepada Lancaster.

Keumala Hayati disebut masih memimpin pasukan Aceh menghadapi armada Portugis di bawah Alfonso de Castro yang menyerbu Kreung Raya Aceh pada Juni 1606. Sejumlah sumber sejarah menyebut dia gugur dalam pertempuran itu dan dimakamkan di lereng Bukit Kota Dalam, sebuah desa nelayan yang berjarak 34 kilometer dari Banda Aceh.

Malahayati, nama panggilan Keumala Hayati, sungguh melegenda. Gelar pahlawan pun disematkan. Salah satu kapal perang TNI Angakatan Laut bahkan menyandang namanya. Namun sayang, sangat sedikit literatur tentang tokoh sebesar Keumala Hayati ini. Sehingga tidak diketahui pasti kapan tahun lahir dan meninggalnya.

Yang jelas, nama Keumala Hayati harum hingga penjuru dunia. Pahlawan Nasional ini sering disebut sebagai satu dari 10 Best Woman Warrior, dan satu dari Tujuh Perempuan Dunia dalam Sejarah.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafakur Alam 2015! Taburkan Kebaikkan di Alam yang Indah (Tarbiyah)

Keutamaan Bulan Ramadhan

petunjuk pelaksanan dan teknis lomba Sakhusa 2016